Tuna adalah ikan perenang cepat dan hidup bergerombol(schooling)
sewaktu mencari makan. Kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km per
jam. Kemampuan ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
penyebarannya dapat meliputi skala ruang (wilayah geografis yang cukup
luas), termasuk diantaranya beberapa spesies yang dapat menyebar dan
bermigrasi lintas samudera. Pengetahuan mengenai penyebaran tuna sangat
penting artinya bagi usaha penangkapannya.
Jenis
tuna menyebar luas di seluruh perairan tropis dan subtropis. Penyebaran
jenis tuna tidak dipengaruhi oleh perbedaan garis bujur tetapi
dipengaruhi oleh garis lintang. Di samudera Hindia dan Atlantik menyebar
di antara 400 LU dan 400 LS (Collete dan Nauen, 1983). Khususnya di Indonesia (Uktolseja et al.,
1991), tuna hampir didapatkan menyebar di seluruh perairan Indonesia.
Di Indonesia bagian barat meliputi Samudera Hindia, sepanjang pantai
utara dan timur Aceh, pantai barat Sumatera, selatan Jawa, Bali dan Nusa
Tenggara. Di perairan Indonesia bagian timur meliputi Laut Banda
Flores, Halmahera, Maluku, Sulawesi, perairan Pasifik di sebelah utara
Irian Jaya dan Selat Makasar.
Distribusi
ikan tuna di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor
internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan.
Faktor internal meliputi jenis(genetis), umur dan ukuran, serta tingkah
laku(behaviour). Perbedaan genetis ini menyebabkan perbedaan dalam
morfologi, respon fisiologis, dan daya adaptasi terhadap lingkungan.
Faktor eksternal merupakan faktor lingkungan, di antaranya adalah
parameter oseanografis seperti suhu, salinitas, densitas dan kedalaman
lapisan thermoklin, arus dan sirkulasi massa air, oksigen dan kelimpahan
makanan. Kedalaman renang tuna bervariasi tergantung dari jenisnya.
Umumnya tuna dapat tertangkap di kedalaman 0-400 meter. Salinitas
perairan yang disukai berkisar antara 32-35 ppt atau di perairan
oseanik. Suhu perairan berkisar 17 -31 o C.
Madidihang ( Thunnus Albacares) tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Panjang Madidihang bisa sampai 2 meter (Uktolseja et al., 1991). Jenis tuna ini menyebar di perairan dengan suhu berkisar antara 17-310 C dengan suhu optimum berkisar antara 19-230 C (Nontji, 1987), sedangkan suhu yang baik untuk kegiatan penangkapan berkisar antara 20-280 C (Uda, 1952 vide Laevastu dan Hela, 1970).
Tuna mata besar (Thunnus obesus) menyebar dari Samudera Pasifik melalui perairan di antara pulau-pulau di Indonesia sampai
di Samudera Hindia. Ikan ini terutama ditemukan di perairan sebelah
selatan jawa, sebelah barat daya Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara,
Laut Banda dan laut Maluku. Menurut Uda (1952) dalam Laevastu dan Hela
(1970), tuna mata besar merupakan jenis yang memiliki toleransi suhu
yang paling besar, yaitu berkisar antara 11-280 C dengan kisaran suhu penangkapan antara 18-230 C.
Sebaran tuna Albakora(Thunnus Alalunga)
sangat dipengaruhi oleh suhu. Jenis ini menyenangi suhu yang lebih
rendah. Albakora juga memiliki ukuran yang relatif kecil dibanding
dengan dua jenis tuna di atas. Tuna sirip biru(Thunnus maccoyi) didapatkan menyebar hanya di belahan bumi selatan. Oleh karena itu jenis ini sering disebut sebagai southern bluefin tuna. Ikan ini tidak terlalu banyak tertangkap oleh nelayan Indonesia.
1.2. Penentuan Fishing Ground Tuna
Penentuan
daerah penangkapan ikan tuna menggunakan data inderaja dilakukan dengan
memanfaatkan citra satelit yang dihasilkan terhadap beberapa parameter
fisika, kimia, dan biologi perairan. Hal yang dilakukan diantaranya
adalah pengamatan suhu permukaan laut (SPL), pengangkatan massa air(up-welling) ataupun pertemuan dua massa air yang berbeda (sea front)
dan perkiraan kandungan klorofil di suatu perairan. Hasil pengamatan
tersebut dituangkan dalam bentuk peta kontur, sehingga dapat
diperkirakan tingkat kesuburan suatu lokasi perairan atau kesesuaian kondisi perairan dengan habitat yang disenangi suatu gerombolan (schooling) ikan tuna berdasarkan koordinat lintang dan bujur.
Satelit NOAA merupakan satelit cuaca yang berfungsi mengamati lingkungan dan cuaca. Sensor utama satelit NOAA adalah AVHRR(Advance Very High Resolution Radiometer)
untuk pengamatan lingkungan dan cuaca yang dapat memberi informasi
kelautan, seperti suhu permukaan laut yang berguna dalam mendeteksi
keberadaan ikan( Hasyim, 1993). Sedangkan data yang diperoleh dari
SeaWiFs adalah data klorofil atau zat hijau daun. Data ini digunakan
untuk mendeteksi front yang dapat dijadikan indikasi bahwa daerah
tersebut diduga tempat berkumpulnya ikan tuna. Jadi dengan mendeteksi
lokasi klorofil, maka secara tak langsung akan mendeteksi lokasi yang
banyak ikannya. Cara mendeteksi klorofil ini, pada dasarnya adalah
sangat sederhana. Sensor pada satelit diberi filter hijau (band hijau)
secara digital, artinya detektor akan mendeteksi sinar hijau saja
(Hasyim, 1993).
Sugimoto
dan Tameishi (1992) melakukan penelitian tentang daerah penangkapan
ikan tuna menyatakan bahwa massa air hangat yang bertemu dengan massa
angin dingin yang dibawa arus menjadi perangkap dengan suhu 22-23 0 C. Ikan tuna sirip biru (bluefin tuna) dan madidihang (yellowfin tuna) memanfaatkan cicin air hangat dengan suhu sekitar 19 0 C
dalam ruayanya. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa pengetahuan
mengenai tingkah laku ikan tuna sangat penting untuk menginterpretasikan
citra satelit yang digunakan dalam pembuatan sebuah peta fishing ground tuna.
Penetuan posisi dapat dilihat dari terjadinya front dan upwelling. Front
yaitu pertemuan antara dua massa air yang mempunyai karakteristik yang
berbeda, baik temperatur maupun salinitas. Seperti pertemuan antara
massa air laut jawa yang lebih panas dengan massa air dari Samudera
Hindia yang lebih dingin. Front yang terbentuk mempunyai
produktivitas karena merupakan perangkap bagi zat hara dari kedua massa
air yang bertemu sehingga merupakan feeding ground bagi jenis
ikan pelagis, selain itu pertemuan massa air yang berbeda merupakan
perangkap bagi migrasi ikan karena pergerakan air yang cepat dan ombak
yang besar, hal ini menyebabkan daerah front merupakan fishing ground yang baik. Sedangkan upwelling
adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan
permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin,
salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya ke permukaan (Nontji,
1993).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar